watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DHEA DAN MARSHA

Aku terbangun dari tidurku, tanganku terasa
kesemutan dan kaku, kakiku seperti susah
digerakkan. Kucoba menggerakkan tanganku,
ternyata tanganku terikat erat kebelakang, kucoba
melepaskan diri dengan menggerakkan
pergelangan tangan, rasa nyeri menyelimuti
seluruh pergelangan tanganku, aku
berkesimpulan, tanganku diikat dengan tali
pramuka putih.
Sejenak aku berusaha melihat ke sekujur
tubuhku di tengah kegelapan, aku melihat tali
putih itu melilit melingkar di payudaraku, yang
aku tahu pasti, aku masih berbusana lengkap,
blus berkerah shanghai warna hitam tanpa
lengan dengan kancing kancing warna perak
yang berbaris dari ujung leherku hingga
kebawah, terlihat kontras karena ada tali putih
melintas atau tepatnya meliliti payudaraku bagian
atas dan bawah.
Rok 10 cm dari lutut masih kukenakan, lalu
kurasakan sepatu masih membungkus di kakiku,
sepatu pemberian kekasihku, warnanya hitam,
haknya 7 cm dengan model seperti pantofel
dengan tali tipis dari karet yang melintang di
pergelangan kaki. Kucoba gerakkan kakiku, oh
ternyata terikat erat jadi satu. Sadarku mulai pulih
sedikit demi sedikit, aku sedang terduduk,
kucoba ayunkan kakiku, “Ough!”
Ternyata kakiku terikat dan kemudian diikatkan
kembali ke kaki kursi, praktis tak bisa kugerakkan
saking kencangnya ikatanku.
“Ugh.! ugh.!”
Aku mencoba menggerakkan badanku, tidak
berhasil. Tubuhku terikat melalui dada ke
lenganku, kemudian diikatkan pula ke sandaran
kursi, jadi aku terikat dulu lalu diikatkan ke kursi.
(bayangkan iklan close-up edisi penculikan,
seperti itulah aku,)
Lalu aku mencoba berteriak minta tolong, yang
kudengar suaraku adalah,
“Mmh, mmh,”
Ternyata mulutku disumbat dengan lakban, dari
kegelapan dan daya rekatnya aku tahu ini lakban
perak yang sering aku lihat dalam film-film.
Seribu pertanyaan menyerbu benakku,. Aku
berusaha mengumpulkan ingatanku atas
kejadian yang terjadi sebelumnya.
“Ada apa dengan diriku?” hatiku bertanya-tanya
sambil berpikir keras.
Oh, baru kuingat sekarang, tadi malam aku baru
saja menyelesaikan tugasku di hotel hingga jam
sebelas malam. Papi (suamiku) sedang bertugas
ke Singapore, baru saja berangkat paginya, dia
baru akan kembali minggu depan.
Kuingat-ingat lagi apa yang terjadi, malam itu
aku menjamu teman-teman (tamu lebih
tepatnya) dari sebuah stasiun TV, tepatnya
sebuah rumah produksi yang krunya kebetulan
mengadakan ‘shooting’ di kotaku dan menginap
di hotel tempatku bekerja. Kami bercanda riang
malam itu, lalu aku bersama-sama mereka
melanjutkan dengan dugem ke Hard Rock
Café di Kuta. Kemudian ingatanku terbayang
saat GMku yang hari itu tidak masuk karena
karena tensinya agak tinggi, mengirim SMS
untuk langsung pulang saja jam sebelas malam
dan terus menerus memastikan bahwa aku
segera pulang.
“Nggak baik cewek kaya kamu masih ada di
hotel sampai lewat jam sebelas!”
Begitu pesannya di SMSnya ditengah malam,
hampir jam 24, yang aku tidak hiraukan karena
kupikir aku sedang seru-serunya ngobrol
dengan orang-orang TV itu. Kembali kuaktifkan
ingatanku, belum pulih seutuhnya, yang aku
ketahui kini, sesadarku dari tidurku, aku tahu
bahwa aku sedang duduk terikat lengkap hingga
sedikitpun tidak bisa bergerak.
Oh, aku mulai ingat lagi saat itu aku membawa
kru TV itu ke Hard Rock Cafe. Mengapa tidak ada
dalam memoriku kalau aku sampai di sana? Aku
ingat lagi, aku mengemudikan Suzuki Vitaraku
DK 369 MV. Mampir ke pompa bensin beserta
mereka 4 pria dan 2 wanita selain aku. Sampai di
situ saja aku ingat, setelah itu aku tidak ingat apa-
apa, tahu tahu aku sudah berada di tempat
segelap ini dengan penerangan 5 watt dalam
keadaan terikat, kupastikan aku berada di sebuah
gudang, entah di mana, oh.
Aku diculik..!! Seingatku saat mengisi bensin,
tiba-tiba ada saputangan membekap mulut dan
hidungku, kelihatannya datang dari kursi
belakangku. Lalu aku tak sadarkan diri.
“Eh Mbak Mila, udah bangun yaa?” suara itu
muncul dari kegelapan membuyarkan
lamunanku.
Sosok yang tinggi besar itu hanya berbicara
tepat disebelah lampu 5 watt itu, dan aku tak
kuasa memandangnya karena silau.
“Srett..” lakban di mulutku dibukanya,.
“Denis! Apa yang kamu lakukan padaku,
Lepaskan aku! Biarkan aku pulang,” teriakku.
“Hey, Dee .mmhh!! ..mmhh!!” kembali Denis
menyumpal mulutku dengan lakban baru
sehingga aku tak sempat memanggil lagi
namanya.
“Istirahat dulu ya Mbak, nanti kita mulai jam 5
subuh!” katanya seraya memadamkan lampu
yang 5 watt itu sehingga aku hanyut dalam
kegelapan rasa bersalah ini begitu menyelimuti
diri yang terikat erat ini.
Terbayang GM ku yang tengah sakit masih
berusaha mengingatkan aku untuk segera
pulang karena telah larut malam melalui SMSnya,
dan aku begitu sombongnya mengacuhkan
perintah dan perhatiannya padaku.
“Maafkan aku Pa’.”
Seruku dalam hati yang penuh sesal ini. Tak
terasa air mataku berlinang, Papa, biasa aku
memanggil GMku sangat perhatian dan
menunjukkan sayangnya padaku. Entah kenapa,
malam itu aku merasa ingin memberontak dari
ketergantunganku padanya, sekarang tinggal
sesal yang ada. Malam semakin larut ada bunyi
jam kukuk, yang berbunyi dua kali, oh, masih
jam 2 dini hari rupanya, lamanya waktu berjalan,
rasa lelah, dingin, dan takut kembali menyelimuti
diri yang terikat ini, tanpa terasa dalam keadaan
terduduk dan terikat ini aku kembali terlelap.
Suasana pagi itu masih gelap, kurasakan
tubuhku agak lebih nyaman, dan aku masih
merasakan merasakan busana berbahan satinku
itu masih membungkus tubuhku. Oh rupanya
aku dalam posisi terbaring lagi kucari tanganku,
kuharap yang kualami tadi hanya mimpi,
ternyata tidak.
Berusaha aku gerakkan tanganku, terikat erat jadi
satu ke atas dan kelihatannya diikatkan ke ujung
yang permanen, mungkin kursi yang tadi
mereka dudukkan aku terikat. Masih dengan tali
pramuka yang sama. Mulutku penuh dengan
kain-kain, masih tersumbat, tapi rasanya tidak
dengan lakban tetapi rasanya bibir ini sedikit
terbuka serta ada sapu tangan yang melintas
diantara bibirku yang menyumpal mulutku,
yang ternyata ujung simpulnya diikatkan ke
tengkukku.
“Mmhh.. mmhh..!!” Sia sia usahaku bersuara.
Kakiku terasa tidak terikat lagi jadi satu, tapi, ugh!
tetap tak bisa kugerakkan. Perlahan kucoba
mengangkat kepalaku, menggeleng-geleng
sedikit kepalaku agar rambutku yang panjang
tidak mengganggu penglihatanku, oh kulihat
kakiku mengangkang lebar dan terikat pada
ujungnya masing-masing.
“Mmmhh..,” desahku begitu aku sadari bahwa
kini aku terikat dan terbaring di atas sebuah meja
panjang.
“Di mana Denis,. yang tadi sempat muncul..!”
belum habis rasa ingin tahu dalam suasana
misterius ini kemudian,
“OK, Take One! Action!!” suara seseorang
bersamaan dengan menyalanya beberapa lampu
sorot yang menghujam wajah dan tubuhku.
“Mmhh, mmhh,!! seruku dengan sekuat-kuatnya
ingin meronta namun tidak ada gerakan berarti
yang bisa aku lakukan. Sementara kulihat
seseorang memanggul kamera menjelajahi
tubuhku melalui kameranya dari ujung kedua
kakiku, perlahan-lahan hingga sampai di
wajahku, kemudian dia menyorot lama
diwajahku sebelum menyoroti tanganku yang
terikat jadi satu ke atas.
“Cut,!!” teriakan itu terdengar lagi.
“Sret..,” gelap pemandanganku karena mataku
dilakban juga, aku pasrah, entah apa lagi yang
akan dilakukan padaku. Aku rasakan tubuhku
menjadi miring, sepertinya mereka mengangkat
meja di bagian kepalaku, dimana tanganku yang
terikat berujung.
“Take Two! Ready? Action!!” aba-aba itu
terdengar lagi.
Aku juga rasakan celana dalamku disobek,
mungkin dengan gunting atau pisau lalu
kurasakan ada lidah yang menjelajah tubuhku,
mulai dari sepatuku, menjalar ke betis kiriku,
betis kananku, naik pelan-pean ke lututku, basah
yang terasa membuat geli dan sedikit mulai
terangsang. Aku berusaha menahannya,
kubayangkan kengerian akan keberadaanku yang
diculik, terikat erat tanpa tahu apa yang akan
terjadi. Ketika lidah itu tiba di paha, langsung naik
pelan-pelan ke selangkanganku, rasa takut dan
ngeriku hilang dan tiba tiba ada rangsangan yang
semakin membara, dibenakku terbayang Papa
dengan kekhawatirannya dalam sakitnya. Kurasa
pipiku membasah menangis, karena kutahu dia
pasti sangat cemas mencari kabar berita dariku.
“Aaghh,!” kurasakan batang penis yang besar
masuk kedalam vaginaku secara paksa, aku tidak
membiarkan diriku orgasme karena diriku
diselimuti rasa sesal yang mendalam terhadap
Papa. Sejenak kurasa mereka melepaskan sapu
tangan yang menyumpal mulutku. Tak pelak
suaraku lepas “Aauw, aghh, saa.. kit!!” seruku
sementara kelihatannya pemerkosaku semakin
bersemangat, sehingga vaginaku mulai basah
karena cairan dariku keluar. Digerakkannyalah
batang penisnya mundur, maju, mundur, maju,
dengan lembut, tubuhku mulai menegang,
irama penisnya menjadi semakin cepat
kurasakan wajahnya mendekat ke leherku,
kepipiku dan bibirku, oohh! Dia ingin
mencumbuiku, kucoba menghindar dengan
menggerakkan kepalaku, menggelengkan
kepalaku. Tak terhindari, dia mulai mengulum
bibirku namun aku tidak sudi bereaksi terhadap
ciuman itu.
Lalu kurasakan tangan-tangan yang meraba-raba
dan meremas payudaraku yang masih
terbungkus busana dan BH. Kemudian tangan itu
bergerak kearah leherku, tamatlah aku dia ingin
mencekikku sampai mati,
“Aah, jangan mas, jangan bunuh aku,!”
“Bwaa.. ha.. haa!” suara itu begitu ramai,
mungkin lebih dari 5 orang yang tadinya
kucurigai, yang ada disitu. Tangan itu menekan
keras tombol kancing keduaku.
“Auw.., sakit!!” hardikku.
Ada tangan yang lain membekap mulutku
dengan kuat, “Mmhh, mmhh!” seruku
sementara kancing keduaku kembali ditekan kuat
dengan jempolnya. Kemudian tangan-tangan itu
membuka kancing bajuku satu per satu, yang
lain membuka BHku yang kebetulan dibuka dari
depan. Bersamaan itu penis yang menghujam di
vaginaku di cabutnya dengan kasar.
“Argh..!!” teriakku.
Angin terasa membelai tubuhku, dengan mata
tertutup hanya itu yang bisa memastikan bahwa
blus ku sudah terbuka semua namun masih
menempel di tubuhku karena terikatnya
payudara dan lenganku.
“Ahh.. ahh..” desahku saat bibir dan lidah entah
siapa oknum jahanam itu yang mengisap-isap
puting, serta menjilat-jilat payudaraku sehingga
terasa geli dan pertahananku akhirnya memudar
karena ada rasa kenikmatan yang lebih berhasil
mendominasi perasaan sesal yang masih
tinggal. Di dalam kegelapan akibat mata yang
tertutup lakban ini aku rasa ada orang lain lagi
yang mungkin mendapat gilirannya langsung
memasukkan batang penisnya ke vaginaku
melakukannya dengan sangat kasar sehingga
rasa sakit yag tiada tara kembali membuatku tak
sadar diri.
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Saat aku
siuman, aku rasa hari sudah agak siang,
mungkin sekitar jam 15.00. Karena kudengar lagi
suara Papa yang bak teriakan di atas gunung
“Mila.., Mila..”
Oohh, Papa mencariku, kucoba membuka
mataku, gudang tempat aku disekap sedikit lebih
terang walau masih gelap dan sumpek, kulihat
lampu sinar HPku berkelip-kelip. Ingin aku
menggapainya namun aku sadari tanganku
terbelenggu tak berdaya, mulutku kembali
disumbat dengan lakban, dan pakaianku telah
lengkap dan kelihatannya utuh.
Namun keadaan kali ini lebih mengenaskan, aku
masih terikat seperti pertama kali aku sadari,
namun tidak di kursi atau di atas meja tetapi
mereka menggantungkan diriku dalam ikatanku
yang di payudaraku ini entah menggantungkan
kemana, sehingga tubuhku akan terayun-ayun
bila saja aku meronta-ronta. Jarak ke bawah
sekiraku adalah 3 meter.
“Oh, Papaa.. Aku takut jatuh!” di sudut lain ada
pemandangan mengenaskan.
“Ough..,” kudengar suara erangan itu, aku kenal
dengan suaranya, ada cahaya kamera yang
menghujam tubuhnya, oh, itu Maya, kolegaku
yang terkenal paling sexy di hotelku. Bagaimana
bisa Maya terperangkap oleh mereka? Tak habis
pertanyaan dari benakku. Aku lihat Maya, dengan
blus kerah shanghai berwarna merah berkancing
merah juga yang berbaris rapi ke leher, dan rok
hitam, serta sepatu kerjanya yang dihiasi tali tipis
di pergelangan kakinya, dalam kondisi yang
serupa, terikat tangannya ke punggung dengan
tali rafia kuning meliliti payudaranya dari atas dan
bawahnya sehingga menyembul, kakinya juga
terikat seperti diriku. Nasib Maya tidak berbeda
sedikitpun dengan diriku, oh aku meronta-ronta,
amarah ini begitu kuat sehingga tubuhku kembali
terayun kencang.
“Jahanam kamu, jahanam!!” gumamku.
Kulihat Maya pingsan, namun masih saja
menjadi bulan-bulanan mereka para pemerkosa.
Dua orang dari mereka yang kini bertopeng
kemudian menghidupkan televisi yang sengaja
mereka pasang digudang itu. Oohh! aku melihat
diriku disana dalam keadaan tak berdaya menjadi
bulan-bulanan mereka.
“Mbak Mila, kalau nanti kami lepaskan Mbak,
jangan lapor polisi dan jangan sekali-kali
mengadukan ini, pokoknya begitu kami tahu
Mbak melanggar, hmm ini akan kami siarkan
secara nasional dalam konteks sinetron, atau
akan kami upload ke situs-situs dewasa di
seluruh dunia. “Bwaa ha.. ha.. ha..!!” ancam
salah stu dari mereka.
“Dan bilang juga sama Mbak Maya ya..”
“Uh, mmhh!!” hanya itu yang keluar dari
mulutku ini.
“Papaa.. Papaa, tolong aku, lepaskan aku dari sini
Paa,!!” hanya itu saja harapku agar Papa bisa
mencoba mendeteksi keberadaanku, karena aku
ingat nomor HPku yang satu lagi aku bawa jadi
mungkin Papa bisa lacak lewat Location Data
Services.
Rasanya hari sudah kembali malam, kulihat Maya
yang terikat tak berdaya itu juga digantung
persis seperti keadaan diriku, mataku kembali
mencari-cari para penculik dan pemerkosa kami.
Tidak kutemui, dari putaran waktu; aku
menyadari kalau mereka kemungkinan sudah
check out dan kembali ke Jakarta meninggalkan
kami dalam keadaan seperti ini, aku tertidur
dalam keadaan tergantung sementara
kelihatannya Maya juga.
Sudah empat hari rasanya kami diculik dan
disekap. Ketegangan yang begitu tinggi disertai
rasa lapar, serta sakit yang beruntun mulai
pergelangan kaki, tangan, serta maag yang
belum diisi. Kulihat Maya, oh dia terjaga, tidak
ada yang bisa kami komunikasikan kecuali saling
pandang dan saling tatap keberadaan masing-
masing yang sungguh mengenaskan.
“May,” ingin aku menyapanya namun hanya
mmhh, yang terdengar; demikian juga Maya,
kami cuma berharap Papa atau siapa saja bisa
menemukan kami dalam keberadaan seperti ini
entah kapan.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1112
U-ON

inc Powered by Xtgem.com